MANONJAYA, RADSIK – Bertepatan dengan momentum 1 Muharram 1444 Hijriah, Pondok Pesantren Miftahul-Huda menghelat reuni akbar. Setelah dua tahun terakhir, silaturahmi alumnus pondok yang biasa digelar tahunan tentu menjadi momen spesial.
Kontan jumlah alumni dan simpatisan sangat membludak tak kurang dari 45 ribu orang hadir dalam acara tahunan ini. Reuni kali ini pun, terlihat begitu istimewa, lantaran diisi peluncuran buku. Fauz Noor, seorang intelektual muda Nahdlatul Ulama, tengah menulis biografi pendiri Pesantren Miftahul-Huda KH Choer Affandi. “Pada acara ini dilauncing jilid 3: Pembuka Hidayah. Bukan hanya itu, dilaunching juga buku masih karya Fauz Noor: Jihad Politik Putra Petinggi DI/TII (Memoar KH. Asep A. Maoshul Affandy),” kata KH Asep Maoshul Affandy, melalui keterangan tertulis, Sabtu (31/7/2022).
[membersonly display=”Baca selengkapnya, khusus pelanggan Epaper silakan klik” linkto=”https://radartasik.id/in” linktext=”Login”]
Baca Juga:Pemuda Dilatih Manajemen WaktuKabupaten Galunggung Mencuat
Menurutnya, dengan diterbitkan serta menyebarnya buku Biograi Uwa Ajengan (KH Choer Affandi, diharapkan menjadi pemikiran dan imajinasi jelas tentang Uwa Ajengan. “Dan semoga tertutup sudah klaim beberapa pihak yang tak bertanggungjawab, suka membawa nama KH Choer Affandi untuk kepentingan pragmatis politis,” lanjut dia.
“Bagi kami, dengan acara reuni ini dan peluncuran dua buku penting sekarang ini, khususnya bagi Himpunan Alumni Miftahul-Huda, bisa lebih mengikatkan diri pada kebersamaan yang kokoh dan nyata. Saya menyebutnya One Colour. Semua alumni Miftahul-Huda bisa menyadari bahwa realitas sekarang, sistem demokrasi liberal dewasa ini, jika kaum muslim tidak bersama dan bersatu, maka hanya akan menjadi buih lautan semata, tanpa daya dan lemah upaya,” sambungnya melanjutkan.
Sementara itu, Intelektual Nahdlatul Ulama Fauz Noor yang sudah melahirkan banyak buku biografi tentang ajengan. Memaparkan betapa pentingnya sejarah Kiai Sunda, supaya generasi penerus tidak kehilangan jejak perjuangan leluhurnya. Bahkan, ia juga dengan berani berkata bahwa sejarah DT/TII di Jawa Barat mesti dibahas sejelas-jelasnya. “Tidak seperti yang beredar sejarah versi negara yang banyak jauh dari realita sebenarnya,” singgung Fauz. (rls/igi)
[/membersonly]
Belum berlangganan Epaper? Silakan klik Daftar!