Sulit Izin Suami

Sulit Izin Suami
Tantangan bagi Politisi Perempuan
0 Komentar

Tantangan bagi Politisi Perempuan

SINGAPARNA, RADSIK – Banyak faktor yang menyebabkan sulitnya mencari kader atau bakal calon legislatif (bacaleg) perempuan jelang Pemilu 2024. Salah satu faktornyanya adalah izin dari suami dan belum dianggap lumrahnya berpolitik bagi perempuan.

Anggota DPRD Kabupaten Tasikmalaya Fraksi PKS Rossy Hermawaty SSi menjelaskan, peran perempuan sebagai wakil rakyat sangat penting sekali untuk menjaga keseimbangan dengan anggota DPRD laki-laki.

“Soalnya secara ilmu psikologi laki-laki dengan perempuan berbeda, perempuan lebih detail atau rinci, beda dengan anggota DPRD laki-laki, intinya kita saling melengkapi dalam kinerja di DPRD, penyambung aspirasi masyarakat,” kata dia.

Baca Juga:Partai Semakin Terbuka terhadap PerempuanDisdik Larang Jajan Cikbul

[membersonly display=”Baca selengkapnya, khusus pelanggan Epaper silakan klik” linkto=”https://radartasik.id/in” linktext=”Login”]

Sejauh ini, keterwakilan perempuan 30 persen di DPRD belum tercapai di Kabupaten Tasikmalaya, saat ini hanya ada delapan orang dewan perempuan. “Jadi hanya 15 persen, belum tercapai 30 persen,” kata dia.

Menurut dia, memang sejauh ini partai politik cukup kesulitan mencari bakal caleg dari kalangan perempuan. Karena, bagi kaum hawa berpolitik masih dianggap tabu dan belum lumrah, sehingga banyak yang masih malu-malu untuk maju pada pesta demokrasi.

“Kendala ketika perempuan ingin maju di dunia politik atau menjadi caleg rata-rata pada umumnya tidak ada atau sulit izin dari suami atau kurang dukungan dari lingkungan keluarganya,” ujar dia kepada Radar, kemarin

Kata dia, mungkin selama ini politik itu lebih identik dengan dunia laki-laki. Maka dari itu cara berpikir paradigma masyarakatnya yang harus diubah soal melihat dunia politik. “Kemudian kemampuan atau kapasitas perempuan itu sendiri, di dewan hanya sekadar jadi pelengkap, jadi kontribusinya ikut saja. Maka dengan banyaknya anggota DPRD perempuan bisa lebih optimal dalam menyuarakan hak-hak rakyat,” tambah dia, menjelaskan.

Kemudian, sambung dia, kendala lainnya bagi caleg perempuan ketika turun berkampanye ke masyarakat masih ada yang memandang sebelah mata akan kapasitas dan kemampuannya. “Ketika turun ke lapangan, anggota dewan perempuan kadang masih dianggap bisa apa,” ucap dia.

Padahal, lanjut dia, ketika di masyarakat sebenarnya lebih mengayomi dan merawat simpati, mempunyai kasih sayang, jadi lebih mudah meraih simpati masyarakat. “Selama tiga kali saya kampanye, yang lebih didekati adalah ibu-ibu karena mempunyai hubungan emosional yang sangat dekat,” paparnya.

0 Komentar