Persaingan Masuk PTN Bakal Semakin Ketat

Persaingan Masuk PTN Bakal Semakin Ketat
UJIAN. Peserta ujian usai mengikuti UTBK SBMPTN di UPN Veteran Jakarta, Pondok Labu, Jakarta. Foto SALMAN TOYIBI/JAWA POS
0 Komentar

JAKARTA, RADSIK – Perombakan pola seleksi masuk perguruan tinggi negeri (PTN) mendapat respons beragam. Meski siap mengimplementasikan aturan baru tersebut, sebagian kampus negeri meminta tetap diberi kewenangan menentukan persyaratan program studi (prodi).

Rektor Universitas Airlangga (Unair) Prof Mohammad Nasih mengatakan, sejatinya tidak banyak perubahan dalam sistem seleksi masuk PTN 2023. Kecuali, pada beberapa item yang berkaitan dengan jalur prestasi dan tes. ”Selebihnya, kurang lebih sama dengan tahun lalu,” katanya kepada Jawa Pos, Kamis (8/9/2022).

[membersonly display=”Baca selengkapnya, khusus pelanggan Epaper silakan klik” linkto=”https://radartasik.id/in” linktext=”Login”]

Baca Juga:Monev Kegiatan Kesehatan dan Gencarkan VaksinasiUPK Konsisten Gelar Baksos

Dalam beberapa evaluasi, lanjut dia, memang ada sedikit perubahan. Khususnya pada jalur seleksi bersama masuk perguruan tinggi negeri (SBMPTN). Dalam materinya tidak lagi ada tes kemampuan akademik (TKA), tetapi hanya tes potensi skolastik (TPS). Hal itulah yang memunculkan pertanyaan banyak orang. ”Di sisi lain memudahkan, tetapi juga ada beberapa potensi persoalan akademik yang akan timbul di kemudian hari,” ujarnya.

Nasih menuturkan, pada 2020 sebenarnya jalur SBMPTN hanya menggunakan TPS. Itu dilakukan karena pandemi Covid-19 dengan jumlah kasus yang tinggi. Dalam evaluasi pelaksanaannya, memang ada kekurangan atau kelemahan tertentu. Pada 2021 para rektor akhirnya tetap meminta ada TKA di samping TPS. ”Saat itu saya masih menjadi ketua LTMPT (Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi). Meski kondisi pandemi, kami masih melaksanakan TKA,” kata dia.

Namun, saat ini dalam TPS ada beberapa penyempurnaan. Jadi, secara potensial sejatinya sudah cukup memadai sebagai seleksi SBMPTN. Hanya, pada kemampuan bidang studi harus dijaring lebih lanjut. ”Khawatirnya, ada persyaratan masuk di prodi tertentu yang tidak dipersiapkan,” ujarnya.

Nasih berharap, jika ada siswa SMA/SMK yang semula minat pilihan prodinya teknik dan sudah mengambil mata pelajaran pokok yang sesuai bidangnya, mereka tidak beralih pikiran mengambil prodi lain yang tidak sejalur. Contohnya, prodi kedokteran. ”Itu yang harus dicegah dari awal,” tegasnya.

Hal tersebut, kata dia, bisa dilakukan melalui penyaringan. Karena itulah, rektor harus memiliki kewenangan untuk mengatur persyaratan prodi. Contohnya, prodi teknik hanya bisa dipilih siswa yang mengambil mata kuliah inti atau dua mapel pokok di SMA. ”Ini bisa mempersempit jarak antara persiapan mereka di SMA dan prodi yang akan mereka tempuh,” ujarnya.

0 Komentar