Pancasalah Laksamana

Pancasalah Laksamana
DAHLAN ISKAN
0 Komentar

BUKU ini tipis sekali, tapi isinya tebal banget. Inilah buku yang langsung menguraikan inti pikiran penulisnya: Laksamana Sukardi. Anda sudah tahu: ia mantan menteri BUMN. Dua kali. Yang pertama tidak sampai enam bulan. Ia politikus hebat di saat yang sulit. Ia memilih bergabung ke Megawati saat putri Bung Karno itu dibenci Presiden Soeharto. Ia jadi salah satu pimpinan pusat PDI-Perjuangan. Anggota DPR. Dan masuk kelompok intelektual di partai itu.

Ia sudah menjadi banker terkemuka ketika masih sangat muda.

Laksamana memang juga seorang pemikir. Idenya banyak. Buku yang pernah ditulisnya tebal-tebal. Saya sudah membacanya. Semuanya.

[membersonly display=”Baca selengkapnya, khusus pelanggan Epaper silakan klik” linkto=”https://radartasik.id/in” linktext=”Login”]

Tapi saya belum pernah bertemu muka dengannya.

Baca Juga:Industri Sawit harus Diiringi SustainabilitySIPOL UNTUK PEMILU PARTISIPATIF DAN MODERN

Waktu saya menjabat menteri BUMN saya sering mengundang mantan menteri. Ia tidak pernah hadir. Dan kebiasaan Laksamana itu ternyata menular ke saya: tidak mau menghadiri undangan menteri BUMN setelah saya.

Kalau buku Laksamana kali ini tipis sekali, ia memang punya maksud khusus: agar pembaca langsung bisa menangkap inti persoalan. Lalu bisa ikut mengubah keadaan.

Rupanya Laksamana gemas banget. Kok negara ini sulit maju. Bahkan terdegradasi dua kali. Dulu kita lebih maju dari Tiongkok. Sekarang jarak kemajuannya antara langit dan sumur.

Setelah itu kita masih disejajarkan dengan Korea Selatan dan Taiwan. Sebagai sama-sama macan kecil. Kini kita disejajarkan dengan Vietnam, Kamboja, Bangladesh. Masih dengan kemungkinan mereka akan meninggalkan kita.

Mengapa?

”Itu karena kita menganut Pancasalah,” tulisnya di buku itu.

Ia pun tanpa berliku-liku langsung membuat daftar lima salah itu.

Satu: salah kaprah.

Dua: salah lihat.

Tiga: salah asuh.

Empat: salah tafsir.

Lima: salah tata kelola.

Satu, dua, tiga, empat, baiknya Anda baca sendiri. Toh hanya beberapa halaman. Itu pun sudah dengan gambar dan karikatur.

Saya sangat tertarik dengan Pancasalah kelima: salah tata kelola.

Laksamana perlu menegaskan: ”salah tata kelola” berbeda dengan ”salah kelola”.

Salah tata kelola, tulisnya, lebih destruktif daripada salah kelola.

0 Komentar