Menanti ”Nyanyian” Smart City

Menanti ”Nyanyian” Smart City
0 Komentar

TASIK, RADSIK – Berlanjutnya proses hukum atas kasus dugaan korupsi smart city tahun 2017 bisa menjadi pintu masuk. Para pelaku diharapkan kooperatif, lantaran anggaran yang dialokasikan tidak hanya di tahun itu saja melainkan sejak 2016 sampai dengan 2021.

Dewan Daerah Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Jawa Barat Nandang Suherman menuturkan selama 6 tahun terakhir, alokasi Pemerintah Kota Tasikmalaya terhadap proyek Kota Pintar itu menelan angka fantastis. Aparat hukum bisa menjadikan kasus yang menimpa AT dan PFL sebagai celah masuk, hal ini harus menjadi bahan pengem­bangan ketika proses persidangan banyak fakta baru ditemukan. “Karena, kalau kita telaah banyak menonjol sejak 2016 sampai 2021, bahkan 2018-2019 sudah spesifik judul kegiatan smart city tuh belanjanya, sebelumnya tak setegas itu. Alokasi belanja konsultannya gede-gede dan buat kaget,” kata Nandang kepada Radar, Kamis (18/8/2022).

Dia mengungkapkan tersangka yang berstatus ASN diharapkan bisa blak-blakan di pengadilan. Tidak menanggung beban tersebut secara individu, tetapi ditanggung renteng. Sebab, kata Nandang, ia meyakini bukan AT sendiri yang menikmati dana dari pekerjaan fiktif tersebut. “Apalagi saya dengar sudah ada yang ketar-ketir. Informasi kan ada sampai 18-an orang diperiksa sebagai saksi,” katanya menceritakan.

Baca Juga:Karnaval HUT RI Jadi Ajang Ekspose PotensiSiswa Belajar di Tenda

[membersonly display=”Baca selengkapnya, khusus pelanggan Epaper silakan klik” linkto=”https://radartasik.id/in” linktext=”Login”]

Ia menenggarai dana tersebut merupakan alokasi bagi-bagi, dimana program yang bersumber dari bantuan provinsi itu, terealisasi di daerah atas penguatan dari pendekatan politik. Alokasinya pun ditenggarai menghimpun titipan-titipan dari aktor politik lokal. “Maka kalau terbongkar, itu bisa bedol desa. Artinya beberapa aktor bakal terseret, bahkan bisa menyangkut ke pejabat yang sudah diberhentikan, itu berdasarkan informasi non formal ya dari berbagai pihak,” papar Peneliti Kebijakan Anggaran tersebut.

Namun, lanjut dia, itu semua kembali kepada AT yang bisa dikatakan sebagai korban dari kasus tersebut. Sejauhmana proses persidangan nanti, apakah mau ditanggung sendiri atau mau berkolaborasi dengan penegakan hukum. “Jadi kita lihat apakah mau ditanggung saja semua beban derita, atau mau bernyanyi tergantung sidang nanti,” analisis Nandang.

0 Komentar