Gerbang Kota Kurang Ikonis

Gerbang Kota Kurang Ikonis
NORMATIF. Gapura batas kota di Karangresik Kecamatan Cipedes dikritik pemerhati publik karena kurang mencerminkan ikon kekuatan lokal ketika memasuki Kota Tasikmalaya. Firgiawan/Radar Tasikmalaya
0 Komentar

CIPEDES, RADSIK – Gerbang-gerbang perbatasan Kota Tasikmalaya dianggap kurang mencerminkan ikon Kota Resik. Pemerhati publik pun mendorong pemerintah daerah menata ulang kawasan perbatasan dengan membangun gapura yang menampilkan ikon-ikon atau simbol-simbol kearifan lokal. Tidak asal-asalan.

[membersonly display=”Baca selengkapnya” linkto=”https://radartasik.id/masuk” linktext=”disini”]

Budayawan Tasikmalaya Tatang Pahat menuturkan beberapa titik gerbang kota mulai dari Indihiang, Karangresik Cipedes hingga Kawalu sama sekali tidak mencerminkan kedalaman nilai Kota Tasikmalaya.

Baca Juga:Truk Miras Oleng, Satu TewasGerombolan Viking Menakar Figur Viman

Gapura itu merupakan struktur yang menyiratkan pintu masuk atau gerbang ke suatu kawasan atau pun peradaban. Kita tidak temukan itu di batas-batas kota kita,” tuturnya kepada Radar, Kamis (12/5/2022).

Dia mengungkapkan gapura kerap dijumpai sebagai pintu masuk ke sebuah wilayah yang memiliki tatanan hukum.

Tempat suci atau pun sakral. Gapura merupakan unsur penting dalam dan untuk merepresentasikan sebuah tatanan kemasyarakatan, yang termaktub tentang kultur dan peradaban di wilayah tersebut.

”Dalam bidang arsitektur gapura sering disebut dengan entrance, tetapi entrance itu sendiri tidak bisa diartikan sebagai gapura. Namun simbol,” ujarnya.

”Simbol ini juga diartikan sebuah ikon suatu wilayah atau area. Secara hierarki sebuah gapura bisa disebut representasi sebagai ikon satu wilayah karena gapura itu sendiri lebih sering menjadi komponen pertama yang dilihat ketika kita memasuki suatu wilayah atau peradaban,” lanjutnya.

Pengurus Dewan Kesenian Kota Tasikmalaya (DKKT) itu mengungkapkan, gapura juga merupakan manifestasi atau jejak rekam kejayaan dan kekayaan suatu wilayah. Di mana di dalamnya mencakup potensi kekayaan wilayah, dari mulai budaya yang sifatnya kebendaan dan nonbenda. Seperti halnya desain, gapura di Kota Tasikmalaya tidak menawarkan satu bentuk yang syarat dengan falsafah dan potensi ke-Tasik-an.

”Sebab kami meyakini sebuah gapura atau gerbang adalah sebuah etalase atau make-up lebih spesifik adalah harga diri (peradaban) sebuah wilayah dalam hal ini sebagai wajah Kota Tasikmalaya,” katanya.

Baca Juga:Kadis Tak Loyal, Geser!42 Atlet KORMI Tampil di Forprov Jabar

Tidak sebatas itu, Tatang mengulas lebih mendalam, sejatinya gapura mesti memperhitungkan tata nilai. Etika dan moral, dengan tidak bertabrakan kekuatan religiusitas yang selama ini menjadi dasar pertimbangan di Kota Santri. Rekayasa budaya itu, bersandar pada spirit Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan dan Perda Tata Nilai Nomor 12 Tahun 2019.

0 Komentar