BBWS Menjawab Soal Normalisasi Irigasi

BBWS Menjawab Soal Normalisasi Irigasi
NORMALISASI. Salah satu alat berat tengah mengeruk saluran irigasi. Akibat normalisasi irigasi tersebut, ribuan hektare tanaman padi terancam gagal panen. Foto: cecep herdi / radar tasikmalaya
0 Komentar

BANJAR, RADSIK – Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citanduy Bambang Hidayah mengklaim proses pengeringan irigasi dari jalur Dobo ke Langensari sudah atas persetujuan bersama melalui musyawarah. Dampak pengeringan irigasi tersebut menyusul adanya pekerjaan normalisasi yang dilaksanakan BBWS Citanduy di sepanjang aliran irigasi tersebut.

“Proses pengeringan itu sudah hasil musyawarah dengan kelompok P3A, pertanian dan petugas OP atau P3A. Hari dan tanggalnya juga sudah hasil kesepakatan bersama. Kami nggak berani kerja tanpa kesepakatan bersama,” kata Bambang melalui pesan tertulis, Rabu (30/8/2022).

[membersonly display=”Baca selengkapnya, khusus pelanggan Epaper silakan klik” linkto=”https://radartasik.id/in” linktext=”Login”]

Baca Juga:Bangun Mental PrajuritPengawas Partisipatif Jadi Materi Ekskul

Sebelumnya, para petani yang bergabung dalam Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) dan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kota Banjar mendatangi Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citanduy. Mereka menyampaikan keluhannya terkait dampak proyek rehabilitasi saluran irigasi.

Ketua KTNA Kota Banjar Abdul Kholik Ibrahim mewakili petani mengeluhkan kekeringan lahan sawah yang merupakan dampak dari proyek rehabilitasi saluran irigasi Lakbok Utara. Proyek rehabilitasi saluran irigasi yang saat ini tengah dikerjakan menutup total saluran air irigasi yang selama ini mengaliri ribuan hektare sawah di Kota Banjar, khususnya di Kecamatan Pataruman dan Langensari

“Petani mengeluhkan dampak dari pekerjaan proyek tersebut. Saat ini umur padi yang sedang digarap para petani sekitar 40-60 hari, dimana umur padi seperti sekarang itu sedang sangat membutuhkan pengairan. Kalau saluran irigasi ditutup total sampai bulan Oktober, kemungkinan petani akan mengalami gagal panen,” ucapnya.

Saat ini, kata dia, sekitar 1.200 hektare sawah di Kecamatan Pataruman dan Langensari mengalami kekeringan. Dampak ke depannya, terancam gagal panen. “Kalau estimasi setiap hektare menghasilkan 6,4 ton, kurang lebih 7.500 ton yang gagal panen. Kalau dikali Rp 400 ribu, bisa Rp 30 miliar kerugian yang akan dialami para petani. Dampaknya untuk Kota Banjar yang surplus padi enam bulan ke depan bisa menjadi minus. Karena lumbung padi Kota Banjar itu ada di Kecamatan Pataruman dan Kecamatan Langensari,” papar Abdul Kholik.

0 Komentar